LIFE



Kawasan Kota Tua: Mengenal Jakarta Tempo Dulu


Kota Serang menjadi titik tolak awal perjalanan saya menuju terminal kalideres,Jakarta barat. Dengan menaiki bis Asli Prima rute Labuan-Kalideres yang dikenal dengan kecepatannya di jalan Toll, guna memangkas waktu perjalanan. Dan selalu memanjatkan doa disetiap bis menyalip mobil didepannya tanpa menginjak rem.
Pintu bis terbuka perlahan dengan siulan kernek memberi tanda kepada pengguna jalan yang lain untuk menghindar. Tiba diterminal Kalideres, Jakarta Barat, dibawah terik matahari diselimuti asap debu angkutan umum tanpa henti menyerang sistem pernapasan. Sebuah perjuangan untuk berwisata menuju kawasan kota tua Jakarta.
Kawasan kota Tua Jakarta merupakan objek wisata dengan menyajikan gedung-gedung peninggalan colonial Belanda sebagai daya tarik pengunjung. Disana terdapat beberapa gedung, museum Fatahilah salah satu gedung yang selalu ramai dikunjungi. Gedung ini sebelumnya adalah pusat pemerintahan colonial Belanda saat menjajah Indonesia.
Tepat jam 11.30, bis Asli Prima tiba ditujuan akhir yakni terminal Kalideres. Saya turun, lalu berjalan kaki sekitar kurang lebih 30meter menuju Shulter TransJakarta yang menjadi tujuan pertama saya. Menaiki fasilitas umum TransJakarta atau lebih dikenal dengan Busway yang menjadi symbol baru kota Jakarta ibukota Indonesia. Untuk menaiki TransJakarta, kita harus membeli karcis seharga Rp.3500 bisa berkeliling Jakarta tanpa keluar dari shulter.
Di dalam perjalanannya selama 6 tahun, Transjakarta Busway sudah melayani 8 koridor dengan total panjang lintasan 123,35 km yang merupakan lintasan terpanjang di dunia dalam sistem BRT, serta telah mengangkut penumpang rata-rata 250.000 orang per hari. Dan selalu berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan melakukan evaluasi dan pengawasan dengan berkoordinasi instansi terkait dan dukungan dari masyarakat. (www.transjakarta.co.id )
Shulter busway kalideres sepi dari kesibukkan rutinitas warga tangerang dan Jakarta untuk melakukan kegiatannya dipenjuru kota Jakarta. Tak perlu menunggu waktu lama saya untuk mengantri membeli tiket busway dan melewati palang tiket yang dijaga oleh beberapa petugas untuk mempermudah penumpang melewati palang tiket. Saya duduk dibangku  menunggu sebentar, busway sudah siap mengantarkan keliling kota Jakarta melihat kehidupannya.
Busway koridor 3 (kalideres-harmoni)  terlihat hanya beberapa penumpang dan saya ada didalamnya duduk dibangku pojok belakang. Busway beranjak jalan meninggalkan shulter kaideres setelah menunggu penumpang selama 5menit. Tak lama kemudian busway berjalan perlahan didepan pintu gerbang terminal menghindari pengendara motor yang melanggar lampu merah dan sempat membuat kemacetan.
“Gimana mau jalan lancar? Kalo pada ngelanggar lampu merah. Mana polisi lalulintasnya diam aja.” Keluh penumpang wanita dengan wajah etnis cina. Membawa mimik wajah penumpang lain ikut merasakan kesal yang dialami wanita, termasuk saya terbawa.



Keluar dari terminal busway bergetar dan mengeluarkan bunyi denyit mur-mur bangku, karena jalan berlubang sepanjang jalan dari shulter kalideres sampai shulter sumur bor. Ada 11 shulter busway. Pekasih, Sumur Bor, Rawa Buaya, Jembatan Baru, Dispenda, Jembatan Gantung, Taman Kota, Indosiar, Jelambar, Grogol dan Harmoni adalah daerah shulter busway yang harus saya lewati untuk menuju tempat Transit sementara di shulter Harmoni. Dan membutuhkan waktu 45menit dalam keadaan lancar.
Perjalanan berjalan lancar sampai shulter Dispenda, tapi terjadi keterlambatan sekitar 5 menit di setiap shulternya hingga shulter Indosiar. Macet dan juga menerobosnya kendaraan lain ke jalur busway atau subbusway adalah faktor penyebab keterlambatan. Dari awal sampai saat ini, saya mulai merasa tidak nyaman menggunakan kendaraan umum walaupun kendaraan itu diurus oleh pemerintah.
Mulai sesak suasana dalam busway dipenuhi oleh orang yang sedang mengejar waktu perjalanan. Dan petugas penjaga pintu bis tidak membatasi jumlah penumpang yang masuk kedalam busway. Membuat suhu dalam busway dingin menjadi panas oleh keringat penumpang.
Lebih dari 1jam perjalanan dari Kalideres menuju Harmoni, saya tiba di shulter Harmoni yang menjadi salah satu shulter transit terpenting di Jakarta. Karena shulter Harmoni menghubungkan semua koridor busway di Jakarta. Dari harmoni kita bisa menuju Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur.
Turun dari busway berharap tidak lagi berdesakkan menunggu busway yang menuju Stasiun Kota Jakarta tujuan utama saya. Tapi saya mendapatkan barisan orang berdesakkan antri disetiap pintu shulter yang menuju Blok M, Pasar Baroe, Pulo Gadung, Kota, Matraman dan Kalideres. Suasana yang berbeda dengan shulter kalideres yang menjadi titik awal perjalanan saya tadi sepi. “ jam segini emang lagi rame-ramenya, soalnya jam makan siang.” Jawabanya Tamrin petugas keamanan shulter Harmoni.
Dalam antrian lebih dari 6meter ini memisahkan wanita dengan laki-laki, sesuai dengan peraturan baru demi kenyamanan penumpang. Menunggu sekiranya 7menit busway belum juga bisa mengantarkan saya ketempat tujuan. Satu persatu busway hanya lewat tanpa menaikkan penumpang. Datang busway yang ditunggu, tapi saya belum juga dapat memasuki busway tesebut, masih harus berdesakan dan berebutan masuk kedalam busway.
Seperti dalam perjalanan Kalideres-Harmoni, busway berhenti di 4 shulter busway. Saya harus melewati shulter Sawah Besar, Olimo, Glodok dan Stasiun Kota. Sempat berdesakkan saat memasuki busway, saya duduk dengan nyaman di bangku hadap-hadapan belakang dan tidak merasakan guncangan seperti perjalanan sebelumnya.
Berbeda perhatian kualitas jalan busway Jakarta pusat dengan Jakarta barat dari system pelanggaran menerobos sub-busway. Selama perjalanan saya menikmati sekali pemandangan yang disajikan gedung-gedung tua sepanjang jalan Gajah Mada. Melintasi daerah Glodok yang sudah tersohor dengan barang elektroniknya murah. Dan juga melihat barisan kendaraan bajaj parkir dipinggir jalan menunggu penumpang untuk diantarkan.
Tidak butuh waktu lama, saya sampai pada pemberhentian busway koridor 1(Blok M-Stasiun Kota). Belum sempat sampai Stasiun Kota, penumpang mulai sepi dari shulter Glodok. Turun dari busway menyeberangin jalan melalui penyeberangan bawah tanah yang menarik perhatian saya lewat arsitekturnya.
Menaiki anak tangga terakhir di penyeberangan bawah tanah, saya mulai melihat gedung museum bank Mandiri yang sudah berdiri megah sejak jaman colonial. Disamping museum bank Mandiri, terdapat museum bank Indonesia dijaman Jakarta masih bernama Batavia digunakan sebagai rumah sakit gagah berdiri. Saya berjalan terus sekitar 20meter kedepan dan tampak sebuah kawasan yang berisikan gedung-gedung kuno peninggalan jaman penjajahan dengan bermacam kegiatan disana.
Pukul 12.04 wib, angka yang ditunjukkan jam tangan saya saat memasuki kawasan kota tua yang panas. Beberapa langkah memasuki pintu gerbang, banyak terdapat seniman tattoo temporer menjajakan dagangannya. Dan tidak jauh dari tempat saya berdiri melihat hasil tattoo temporer, mata saya tertarik melihat studio foto luar ruang yang menggunakan mobil dan motor antic sebagai property foto dengan latar belakang bar yang sudah tidak terpakai.
Pada saat saya mencoba melepaskan lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan energy pikiran karena desak-desakkan didalam busway. Saya duduk di pancuran halaman tenggah.
Pancuran air dihalaman tenggah menjadi saksi bisu pembunuhan kejam colonial Belanda saat itu. Setiap lonceng berbunyi 3kali, menandakan bahwa akan ada tahanan yang dipenggal dan mayatnya dibuang di muara angke. Begitulah cerita dari penandu wisata kawasan kota tua sekaligus penyewa sepeda onthel bernama Zaenal.
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di kawasan kota tua. Sekedar refreshing, melukis, bersepeda berkeliling, sampai foto pra-wedding dilakukan disini.
Ada seorang wanita tua gelandangan menghampiri saya mencoba mengambil botol air mineral disebelah kanan saya. Kedatangan wanita yang bernama Utiah, memanggil suaminya untuk ikut juga difoto oleh saya. Pasutri ini memperagakan pose yang seronok, saling berciuman didepan public umum.
“Istri saya lagi hamil lima bulan, udah gitu belom makan dari tadi pagi, mana orang-orang yang dateng engga ada yang minum pake botol Aqua.” Ujar Maman. Menceritakan kehidupan keluarganya kepada saya untuk membuat saya ibasetelah mendengar. Akan tetapi Saya malah merasa risih dan tidak nyaman dengan kedatangan mereka.
Hari senin adalah waktunya museum di Jakarta tutup untuk melakukan perawatan barang museum. Pengunjung pada hari ini pun ikut berkurang jumlahnya disbanding dengan hari lain. Sebagian besar pengunjung dikawasan kota tua melakukan kegiatan berfotoria dengan teman dan pasangannya. Salah satunya pasangan Michel dengan Refika yang melakukan sesi foto pra-wedding nya dikawasan ini. “tempatnya unik dan lucu untuk foto pra-wedding kami.” Kata Michel saat saya tanyakan alasannya memilih tempat ini untuk foto pra-wedding.
Dikawasan kota tua banyak pengamen yang sering menggangu penunjung bersantai menikmati suasana kota Jakarta tempo dulu. Pengamen ini mayoritas komunitas punk Jakarta dan memaksa untuk diberikan uang imbalan setelah menyanyi.
“pengunjung yang terhormat silakan lapor bila ada tindak kejahatan seperti pemerasan dan pemaksaan kepada pihak berwajib di samping kantor pos.” Peringatan coba diberitahukan kepada pengunjung oleh petugas keamanan. Menambah ketidaknyamanan saya menikmati nuansa kota Jakarta tempo dulu. Dan tidak memungkinkan pengunjung lain pun sama merasakan yang sedang saya rasakan.
Saya melihat dipojok museum wayang, sebuah keluarga merasa resah dengan permberitahuan tersebut. Terlihat kepala keluarga dari keluarga tersebut memegang tangan anaknya erat dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan lainnya menggandeng istri.

Lepas berkeliling kawasan kota tua Jakarta, saya mencoba mengitari mulai dari gedung bank Mandiri lalu melewati pinggir jalan kawasan kota tua. Dan melintasi parker karyawan kantor Ansuransi Jamsostek. Tiba-tiba ada tukang parker yang menawarkan tempat studio dalam gedung yang sudah tidak terpakai. Rudi penjaga parker dan anak dari pengelola tempat studio gedung PT. Kertajaya.
Penyewaan gedung dihitung perjam dan tidak pembatasan kelompok yang ingin menyewa tempat tersebut. Tarif penyewaan gedung relative murah, Rp.75.000/jam setiap kelompok yang ingin melakukan pemotretan didalam gedung.
Saya mempertanyakan hak milik gedung ini kepada Rudi. Dan Rudi tidak tahu-menahu pemiliknya. Dia hanya melakukan tugasnya menwarkan tempat ini sambil menjaga parker.
Sudah puas melihat Jakarta tempo dulu, saya beranjak pulang sekitar jam 4 sore menuju shulter stasiun kota. Dan kembali transit di shulter Harmoni  dilanjutkan lagi menuju Pasar Baroe. Menuju Pasar Baroe memerlukan 20menit untuk sampai, selain tempatnya tidak jauh dari Harmoni dan juga tidak ada yang menerobos sub-busway di koridor ini.
Saya tidak langsung dari Harmoni ke Kalideres, alasannya saya tidak ingin berdesak-desakan menunggu lama busway koridor 3. Saya ke Pasar Baroe dulu, karena di shulter ini busway menuju Kalideres tidak terlalu ramai berdesak-desakkan mengantri. Saya bisa duduk dengan nyaman tanpa harus menunggu lama di shulter Harmoni.
Harmoni lewat sudah, busway melaju pelan bahkan diam didaerah duta merlin tepatnya di lampu merah. Saat itu hari sudah sore tanda dari dimulainya kemacetan dihampir seluruh daerah yang ada di Jakarta. Sore ini pun saya juga ikut menjadi warga Jakarta yang sudah biasa dengan keadaan seperti ini.
Semerautnya menggunakan tanda lampu merah dan juga kurang tegasnya penegak hokum lalulintas menindak pelaku pelanggarnya. Sekitar 15 menit berlalu, busway yang saya naiki tidak bergerak maju. Dan baru bergerak sebentar sekitar 500meter sudah harus berhenti kembali menunggu lampu merah berubah menjadi warna hijau.
Sabar menunggu waktu sampai 30menit busway terlepas dari kemacetan dan dengan tenang menuju Kalideres. Kembali terdengar sahut-menyahut kata-kata kotor dari mulut penumpang menghujat para pelanggar lalu-lintas.
Saya mulai kesal saat terjebak macet lagi setelah memasuki daerah Jembatan Baru. Masih dengan penyabab klasik dan saya mulai jenuh dengan tingkah laku warga ibukota yang selalu melakukan hal apa saja tanpa memikirkan kepentingan orang banyak menerobos sub-busway. Melewati Rawa Buaya Cengkareng, jalan masih tersendat sampai Sumur Bor.
Kebiasaan yang harus dirubah, meningat kota Jakarta adalah ibu kota Indonesia. Dimana harus melayani masyarakatnya demi cerminan Negara Indonesia dimata dunia.
Waktu pulang ke Kalideres lebih lama 2jam dari waktu berangkat. Sampai Kalideres adzan Magrib berkumandang menunjukkan sekarang jam 18.03wib dari jam tangan saya. Dan turun menuju gerbang pintu terminal, lalu menlintasi jembatan penyeberangan menunggu bis mengantarkan saya kembali ke kota Serang di halte.
Kelelahan saya tuangkan saat tiba dikost-kostan di belakang Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang. Saya merasa kelelahan saya bukan karena berjalan mengelilingi kawasan kota tua Jakarta, tapi perjalanan menuju kesana dan pulang. Dan saya berharap adanya peraturan yang tegas untuk menindak pelaku pelanggar lalulintas, perbaikan jalan berlubang, dan kenyamanan berwisata di ibu kotadengan diberlakukannya perda yang mengatur pengelolaan tempat wisata agar penunjung dapat menikmati hari wisatanya.

18 Oktober 2010, Serang-Jakarta-Serang
Andrianto Gunawan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

ahmad najiullah said...

pemilihan kosa kata yang bagus,...
pikiran saya terbawa menerawang memberikan suatu inspirasi yang nyata di hadapan saya,...
satu kekurangan menurut saya,...
anda di dalam cerita menceritakan bahwa anda foto-foto.berarti anda membawa kamera?
mengapa tidak anda sisipkan gambar artikel ini???

but, it's fantastic story,...
saya kasih nilai 90...
^_^


btw besok pagi saya juga berencana ke kota tua,...
mohon doa nya yah smoga lancar,aman dan selamat hingga balik lg ke serang,..
(saya juga orang serang ^_^)

thank's...

Post a Comment